ACEH UTARA – Penyakit diare masih menjadi momok di berbagai daerah, terutama di wilayah pedesaan yang belum memiliki akses air bersih dan sanitasi memadai.
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara pun intensif mengkampanyekan pencegahan melalui edukasi, penyuluhan, serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS).
Plt Dinkes Aceh Utara, Jalaluddin,S.K.M., melaui Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan Aceh Utara, Samsul Bahri, SKM, MKN, menekankan bahwa diare merupakan penyakit yang dapat dicegah secara sederhana, namun masih menjadi penyebab utama kunjungan pasien di Puskesmas.
“Diare bukan hanya penyakit ringan. Jika tidak segera ditangani, dapat menyebabkan dehidrasi parah, bahkan kematian, terutama pada anak-anak dan lansia. Pencegahannya sangat tergantung pada kebiasaan dan perilaku masyarakat sehari-hari,” ujarnya
Diare merupakan gangguan pencernaan yang ditandai dengan buang air besar encer dan lebih dari tiga kali dalam sehari. Meski tampak sederhana, diare sangat berbahaya karena mengakibatkan tubuh kehilangan cairan dan elektrolit dalam jumlah besar.
Menurut data WHO, diare menempati peringkat kedua sebagai penyebab kematian balita secara global. Di Indonesia, berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan, diare menempati lima besar penyakit terbanyak yang menyebabkan anak dibawa ke fasilitas kesehatan.
Samsul Bahri menjelaskan bahwa penyebab utama diare adalah masuknya mikroorganisme patogen seperti virus, bakteri, dan parasit ke dalam sistem pencernaan, biasanya melalui makanan dan minuman yang tidak higienis, serta tangan yang kotor.
“Penularannya sangat mudah. Masyarakat yang tidak mencuci tangan sebelum makan, menggunakan air tidak bersih untuk memasak, atau membiarkan lalat hinggap di makanan sangat berisiko terkena diare,” jelasnya.
Aceh Utara yang terdiri dari dua puluh tujuh kecamatan dengan karakteristik geografis dan sosial yang beragam, menghadapi tantangan tersendiri dalam penanganan penyakit diare. Beberapa faktor risiko yang umum ditemukan di lapangan antara lain:
1. Akses terhadap air bersih yang terbatas, terutama saat musim kemarau atau banjir.
2. Sanitasi lingkungan yang belum memadai, masih banyak rumah yang tidak memiliki jamban sehat.
3. Kebiasaan buang air besar sembarangan (BABS) di sungai, kebun, atau semak-semak.
4. Rendahnya kesadaran mencuci tangan dengan sabun, terutama di kalangan anak-anak dan orang tua.
5. Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang cara menjaga kebersihan makanan dan minuman.
Menghadapi masalah ini, Dinas Kesehatan Aceh Utara telah menyusun strategi pencegahan secara menyeluruh, mulai dari edukasi masyarakat, pemberdayaan kader kesehatan, hingga penguatan pelayanan dasar di Puskesmas dan Posyandu, diantaranya
Sosialisasi PHBS di sekolah, meunasah, dan pertemuan masyarakat. Kampanye Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS) di lima waktu penting: sebelum makan, sebelum menyusui, setelah BAB, setelah membersihkan anak, dan sebelum menyiapkan makanan. Program Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang melibatkan seluruh elemen masyarakat untuk berhenti BABS.
Kemudian penyediaan tablet desinfektan air (klorin) di wilayah dengan sumber air rawan kontaminasi, dan Pembinaan Posyandu dan kader kesehatan untuk deteksi dini dan penanganan cepat kasus diare.
Samsul Bahri menegaskan bahwa pencegahan diare sangat bergantung pada peran keluarga. Ia menyebut bahwa rumah adalah benteng pertama dalam mencegah penyakit menular.
“Tidak perlu menunggu sakit untuk mulai hidup bersih. Biasakan anak mencuci tangan dengan sabun, masak air minum hingga mendidih, dan pastikan makanan ditutup rapat,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya memberikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kehidupan bayi, karena terbukti meningkatkan kekebalan tubuh bayi dari serangan diare.
Selain membahayakan kesehatan, diare juga membawa dampak sosial dan ekonomi yang besar. Anak yang terkena diare biasanya tidak bisa bersekolah, orang tua harus berhenti bekerja untuk merawat anak, dan biaya pengobatan juga bisa menguras pendapatan keluarga.
“Bayangkan jika satu keluarga harus berulang kali mengobati diare karena kebiasaan buruk yang seharusnya bisa diubah. Ini tentu merugikan secara ekonomi,” ujar Samsul.
Jika seseorang terkena diare, langkah pertama yang harus dilakukan adalah pemberian oralit untuk menggantikan cairan tubuh yang hilang. Jika tidak tersedia, larutan gula dan garam bisa menjadi alternatif sementara.
Tanda-tanda diare yang harus segera ditangani oleh tenaga kesehatan antara lain:
Diare lebih dari 3 hari, Tinja bercampur darah atau lendir, Muntah hebat dan tidak bisa makan/minum, Mata cekung, kulit kering, lemas, dan tidak sadar, Buang air kecil sangat sedikit atau tidak sama sekali.
“Segera bawa ke Puskesmas atau rumah sakit terdekat bila muncul gejala seperti itu. Jangan tunggu sampai parah,” imbau Samsul.
Edukasi dan pengawasan secara kolektif sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari diare.
Diare bukanlah penyakit yang sulit dicegah. Dengan kebiasaan hidup bersih dan sehat, masyarakat dapat melindungi diri dan keluarganya dari ancaman penyakit ini. Perubahan kecil seperti mencuci tangan pakai sabun, tidak buang air sembarangan, dan mengonsumsi air bersih dapat menyelamatkan nyawa.
Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Utara melalui Bidang Kesehatan Masyarakat terus mendorong masyarakat untuk menjadi pelaku utama kesehatan. Karena sesungguhnya, pencegahan dimulai dari rumah, dari keluarga, dan dari kesadaran setiap individu.
“Mari jadikan hidup bersih dan sehat sebagai gaya hidup, bukan hanya saat sakit, tapi setiap hari. Masyarakat sehat adalah pondasi daerah yang kuat,” tutup Samsul Bahri, SKM, MKN [Adv]