Lhoksukon Lingkarpos.com – Bupati Aceh Utara menginstruksikan kepada jajaran SKPK Pemerintah Kabupaten Aceh Utara untuk berkolaborasi dalam upaya penurunan dan penekanan angka Stunting
Prevalensi balita penderita stunting di Kabupaten Aceh Utara sendiri berada pada angka 38,3 menurut lembaga Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) sehingga semua stakeholder diminta pusatkan perhatian dalam mengatasi hal tersebut. Hal itu, disampaikan oleh Penjabat Bupati Aceh Utara Azwardi,AP.,M.Si.
Peraturan Bupati Nomor 41 tahun 2020 tentang percepatan penurunan stunting dan penetapan Lokus Stunting, namun semua upaya ini butuh proses menuju intervensi stunting, selain regulasi kepedulian dan kolaborasi sangat dibutuhkan untuk menyamakan tujuan percepatan penurunan angka stunting, sosialisasi demi sosialisasi dipandang penting agar semua elemen dan masyarakat paling bawah sekalipun tahu tentang adanya kerja kerja terpadu dalam upaya menekan angka Stunting.
Pj Bupati Azwardi juga berharap tidak hanya berlaku untuk kalangan Dinas Kesehatan (Dinkes), namun juga peran para Forum koordinasi pimpinan daerah (Forkopimda), SKPK, TKSK Dinas Sosial, Geusyiek setiap gampong, serta lintas pemangku kepentingan lainya di Aceh Utara. Hal tersebut untuk bersama menindaklanjuti arahan Presiden Republik Indonesia dalam Rakor pertengahan tahun 2023 melalui Zoom Meeting secara Nasional, Joko Widodo mengingatkan agar berhati-hati dalam Perencanaan dan pengelolaan Anggaran Stunting lebih terarah serta tepat sasaran.
Kepala Dinas Kesehatan, Amir juga mengaku tanggung jawab Dinkes terhadap masyarakat untuk terhindar dari stunting dengan cara melakukan imunisasi kepada balita, namun, dalam kegiatan tersebut, salah satu Kepala Puskesmas mengeluhkan kerap mendapat penolakan dari orang tua balita untuk imunisasi.
Penolakan disebut, kerap terjadi dari orang tua lelaki (bapak) si Anak, sehingga kata Kepala Puskesmas itu angka imunisasi di setiap daerah nyaris tidak tercapai, meskipun, pihaknya terus mengoptimalkan upaya agar bapak dari balita teredukasi sehingga imunisasi pun tercapai di lapangan.
“Namun kami kewalahan, penolakan tetap saja terjadi, memang, kondisi geografis wilayah kerja kami dapat digolongkan berada pedalaman Aceh Utara,” kata Bachtiar Kepala Puskesmas di Kecamatan Paya Bakong tersebut.
Menanggapi penyampaian tersebut, Kepala Dinas Kesehatan Aceh Utara Amir Syarifudin menyebut, salah satu faktor timbul penolakan di lapangan terhadap imunisasi karena imunisasi menimbulkan reaksi, salah satu reaksi adalah penyebab anak menjadi demam.
Namun kata Amir, demam terjadi karena adanya perubahan pada kondisi imun si Anak, dan itu merupakan hal yang biasa, tidak perlu adanya kekhawatiran orang tua saat tubuh si Anak mengalami reaksi semacam itu, dan itu normal, juga perilaku semacam itu perlu segera diubah.
Kadis Kesehatan berharap ke depan, agar orang tua dapat mendatangi posyandu secara bersamaan, artian lengkap si bapak dan ibu sekaligus anak, agar keduanya dapat sama sama teredukasi soal imunisasi, karena, yang teredukasi selama ini hanyalah ibu dari sang anak saja, sementara si bapak tidak tersampaikan informasi pentingnya Imunisasi.
Di samping itu, Amir selaku Kepala Dinas Kesehatan mengajak seluruh stakeholder lintas sektoral, termasuk para tokoh agama, Ulama di kabupaten Aceh Utara untuk secara bersama sama melakukan edukasi penting nya imunisasi terhadap anak.
“Saya juga telah berkoordinasi sebelumnya dengan Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Utara untuk dapat memberi masukan kepada Para Pimpinan Dayah Balai Pengajian agar dapat membantu menyampaikan pentingnya Imunisasi.”
Penyusunan langkah-langkah strategis untuk percepatan penurunan angka stunting secara nasional dengan ditetapkannya Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting yang dikoordinasikan oleh DPMPPKB dengan target prevalensi stunting turun menjadi 14 persen pada tahun 2024.
Sementara itu, Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Utara mengatakan, berdasarkan hasil Survey Status Gizi Indonesia (SSGI), prevalensi stunting di Kabupaten Aceh Utara menurun 0,5 persen, dari 38,8 persen pada tahun 2021 menjadi 38,3 persen pada tahun 2022.
“Angka ini masih sangat tinggi dan jauh dari target yang telah ditetapkan dalam Rencana Pembangunan Daerah Kabupaten Aceh Utara Tahun 2023-2026, dimana diharapkan pada tahun 2024 prevalensi stunting turun menjadi 28 persen,” ungkap Murtala.
Secara teknis, Perpres 72 Tahun 2021 telah dituangkan dalam Rencana Aksi ni Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI) Terdapat tiga pendekatan dalam pelaksanaan RAN PASTI yaitu pendekatan intervensi gizi, pendekatan multi sektor dan multi pihak serta pendekatan berbasis keluarga berisiko.
Intervensi gizi spesifik secara langsung mempengaruhi pemenuhan gizi dan perkembangan janin dan anak, yang bertujuan untuk memastikan kecukupan gizi ibu hamil dan anak serta penurunan faktor risiko infeksi.
Sedangkan intervensi gizi sensitif adalah intervensi yang secara tidak langsung mempengaruhi kejadian stunting. Intervensi ini mencakup kualitas penyiapan kehidupan berkeluarga, perbaikan pola asuh, peningkatan akses dan mutu pelayanan kesehatan, peningkatan akses air minum dan sanitasi, keamanan pangan dan bantuan sosial.
“Jika kedua intervensi ini dapat dilakukan dengan terintegrasi, tepat waktu dan tepat sasaran, maka banyak manfaat yang dapat diperoleh sepanjang kehidupan manusia,” kata Murtala.
Percepatan penurunan stunting membutuhkan keterlibatan seluruh stakeholder yang secara terintegrasi melakukan kedua intervensi yang diprioritaskan di lokasi fokus penurunan stunting yang telah ditetapkan.
Sedangkan pendekatan berbasis keluarga beresiko dilakukan melalui penyiapan data dan pendampingan keluarga beresiko, pendampingan calon pengantin, Pasangan Usia Subur (PUS), surveilans dan audit kasus stunting.
Sebagai wujud implementasi Perpres Nomor 72 Tahun 2021 tentang Percepatan Penurunan Stunting, pemerintah telah menetapkan delapan aksi konvergensi percepatan penurunan stunting sampai ke gampong-gampong.
“Aksi ini dimulai dengan analisis situasi untuk mengidentifikasi sebaran prevalensi stunting, dilanjutkan dengan penyusunan rencana kegiatan dan aksi ketiga adalah pelaksanaan Rembuk Stunting yang terus kita laksanakan sampai ke tingkat Kecamatan.”
Pada kesempatan ini, kami meminta kepada Tim Percepatan Penurunan Stunting (TPPS) Kabupaten Aceh Utara, TPPS Kecamatan dan TPPS Gampong serta stakeholder lainnya untuk meningkatkan koordinasi dan berkolaborasi dalam melakukan upaya percepatan penurunan stunting.
“Untuk tingkat Gampong, kami minta geusyik selaku Ketua TPPS Gampong, bersama-sama dengan bidan desa, petugas gizi Puskesmas, petugas KB dan Kader Pembangunan Manusia (KPM) untuk melakukan penelusuran untuk menemukan bayi/balita yang berisiko stunting dan keluarga berisiko stunting dan mengoptimalkan penggunaan Dana Desa untuk percepatan penurunan stunting.”
“Untuk para camat selaku Ketua TPPS Kecamatan, kami minta untuk memfasilitasi, mengkoordinir gampong dan memastikan intervensi baik spesifik maupun sensitif terakomodir dalam APBG,” demikian Sekda.
Sementara itu, Kadis DPMPPKB kembali berharap, “Semua stakeholder dapat mengambil perannya masing-masing, dengan meniru praktik baik yang telah dilakukan di daerah-daerah lain, serta menciptakan inovasi baru, sehingga percepatan penurunan stunting di Kabupaten Aceh Utara dapat tercapai sesuai dengan target yang telah kita tetapkan,” sebutnya. (Adv)