Lhokseumawe – Dalam rangka membentuk mekanisme transparansi informasi, pelayanan publik dan pengaduan masyarakat (Whistel Blowing Sistem), Inspektorat Aceh Utara berkolaborasi dengan Program Teknik Informatika Komputer (TIK) Politeknik Negeri Lhokseumawe (PNL) merancang media berbasis Website.
Rapat perdana digelar di Ruang Pertemuan Kantor Inspektorat Aceh Utara yg dipimpin oleh Inspektur Andria Zulfa, SE, M.Si, Ph.D. Pada hari Jum’at, 4 Maret 2022.
Inspektur Andria Zulfa, SE, M.Si, Ph.D. “Sarana dan media ini nantinya diharapkan menjadi instrumen pendukung dalam monitoring, pengawasan serta publikasi program dan kegiatan pengawasan. Selain itu juga publik dapat mengakses perkembangan dan Program Inspektorat Aceh Utara serta juga layanan penyampaian pengaduan Whistel Blowing dari publik Aceh Utara”.
Andria mengatakan Sumber pengaduan meliputi tata Kelola pemerintahan mulai dari lingkup gampong, kecamatan hingga Kabupaten Aceh Utara, dan unsur pengaduan meliputi aspek administrasi dan anggaran.
Ia menjamin kerahasiaan pelapor, karna hanya dapat diakses di internal Inspektorat saja dan hanya pada Wilayah pengawasan.
Ia melanjutkan Sumber pengaduan meliputi tata Kelola pemerintahan mulai dari lingkup gampong, kecamatan hingga Kabupaten Aceh Utara. Dan unsur pengaduan meliputi aspek administrasi dan anggaran.
WBS adalah mekanisme penyampaian pengaduan dugaan tindak pidana tertentu yang telah terjadi atau akan terjadi yang melibatkan pegawai dan orang lain yang yang dilakukan dalam organisasi tempatnya bekerja, dimana pelapor bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya.
Whistle blowing system merupakan salah satu langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang tengah digalakkan, tidak hanya di lingkup Kementerian/Lembaga Pemerintah tapi juga di tiap organisasi swasta.Whistle blowing system ini memberi kesempatan luas bagi seluruh elemen bangsa untuk berperan serta dalam upaya-upaya pemberantasan korupsi. Melalui sistem ini, siapapun berhak melaporkan kepada pihak dalam organisasi yang ditunjuk dan diberikan mandat kewenangan dalam menerima pesan atau laporan dan bertanggung jawab serta meneruskannya untuk proses lebih lanjut. Dalam hal ini sebaiknya kewenangan dapat dipegang oleh pimpinan tertinggi dan selanjutnya dapat diproses secara hukum. (*)