JAKARTA | Penjabat Gubernur Aceh Bustami Hamzah, SE.,MSi menghadiri Rapat Koordinasi Upaya Percepatan Penghapusan Kemiskinan Ekstrem 2024 Regional Sumatera di Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Kemenko PMK) Republik Indonesia (RI), Selasa 5 Agustus 2024.
Rakor tersebut dipimpin langsung oleh Menko PMK Muhadjir Effendy dan di ikuti oleh seluruh Pemerintah Daerah Wilayah Provinsi Sumatera. Terlihat juga Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kesejahteraan Sosial Kemenko PMK Nunung Nuryantio.
Pj Gubernur Aceh dalam paparan menjelaskan, sejauh ini Kemiskinan di Aceh mengalami penurunan. Demikian pula dengan jumlah penduduk miskin.
Detail datanya, pada bulan Maret 2024 persentase penduduk miskin di Aceh mencapai 14,23 % atau berjumlah 804.530 orang.
“Angka ini menurun sebesar 0,22 poin jika dibandingkan dengan periode yang sama pada bulan Maret 2023 yang lalu, Sementara angka Kemiskinan Ekstrem (KE) 3,47% pada tahun 2021 menjadi 1,83% pada tahun 2023, ini sangat signifikan,” kata Bustami
Namun kendati ada penurunan yang signifikan, dalam laporannya, Pj Gubernur menyampaikan masih ada beberapa kelompok masyarakat yang memerlukan layanan kesejahteraan sosial untuk mendorong percepatan penghapusan angka kemiskinan ekstrim tersebut.
“Kelompok yang dimaksud diantaranya yaitu kelompok disabilitas, lanjut usia, terlantar dan anak yang memerlukan perlindungan khusus,” ujarnya.
“Di Aceh Disabilitas terdata yang harus diperhatikan ada sebanyak 20.193 orang, lanjut usia terlantar 6.529 orang, anak yang memerlukan perlindungan khusus (AMPK) 4.909 orang dan tuna sosial 142 orang”
Menurut Pj Gubernur Aceh, untuk menyelaraskan dan mempercepat penghapusan angka kemiskinan tersebut, pihaknya telah melakukan beberapa terobosan yang dinilai sangat untuk membantu. Terobosan tersebut diantaranya melaksanakan program penanggulangan kemiskinan.
Sementara itu, di akhir paparannya, Bustami meminta kepada pemerintah pusat untuk terus memperhatikan Aceh. Pusat menurutnya harus menetapkan kebijakan teknis terkait integrasi program, anggaran dan sasaran pengentasan kemiskinan ekstrem secara terpadu.
“Kebijakan ini dibutuhkan untuk menentukan lokus dan fokus program, menghindari tumpang-tindih program, anggaran dan sasaran serta menciptakan keterpaduan strategi (pusat-daerah) dalam pengentasan kemiskinan ekstrem,” ujarnya.
Kemudian melakukan konvergensi data kemiskinan melalui integrasi data dan sistem pendataan di daerah Keberagaman data (DTKS, SDGs Desa, P3KE dan Regsosek).
“Mendorong koordinasi dan kolaborasi yang inklusif. Keterbukaan dan partisipasi multi pihak akan mendorong terbentuknya pemahaman dan kesadaran para pemangku kepentingan terhadap strategi dan program pengentasan kemiskinan ekstrem,” katanya.
“Jika Pemerintah Pusat dapat menetapkan kebijakan teknis yang lebih inklusif, maka pengentasan kemiskinan akan menjadi agenda bersama bagi pemerintah dan kelompok masyarakat secara luas,” tutupnya.[]