Banda Aceh – Pemimpin Darud Donya Cut Putri mempertanyakan berita tentang akan dialihkannya situs sejarah terbunuhnya perwira Belanda di Seulimeum.
“Kami memperoleh kabar bahwa Situs Sejarah Rumah Controleur Seulimum akan dialihfungsikan menjadi gedung Bank. Ada banyak bangunan lain di Seulimeum, kenapa harus membuat Bank disitu dan memusnahkan kawasan situs sejarah?”, kata Cut Putri mempertanyakan sabtu (21/5/2022).
Pemimpin Darud Donya mengingatkan, bahwa bangunan rumah tersebut adalah bangunan Situs Sejarah, yang menyimpan rekam jejak sejarah perjuangan Rakyat Aceh melawan Kafir Belanda.
“Situs Sejarah Rumah Controleur di Seulimum itu adalah bukti heroisme Santri Dayah, yang berjuang untuk menegakkan marwah Islam di Aceh. Apabila ada pihak yang hendak memusnahkannya maka wajib dilawan!”, tegas Pemimpin Darud Donya.
Pemimpin Darud Donya menjelaskan, bahwa dalam sejarah Perang Aceh, Seulimeum adalah kawasan penting yang berada dibawah kekuasaan Panglima Sagi XXII Mukim yaitu Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa, yang juga merupakan keturunan dari Sultan Iskandar Muda.
Kawasan Seulimeum adalah basis pejuang Kesultanan Aceh Darussalam. Kafir Belanda sangat membenci semangat jihad pejuang Aceh, maka Belanda berusaha habis-habisan menghancurkan kawasan Seulimeum, namun usaha itu gagal.
Akhirnya setelah Snouck Hurgronje datang, Belanda dapat menembus kawasan Seulimeum Kuta Cot Glie dan Kuta Seulimeum kemudian berhasil dikuasai Belanda.
Kuta Seulimeum lalu dijadikan kawasan kantor Controleur Belanda atau Wedana, sekarang setara kecamatan.
Pada tahun 1903, Teuku Panglima Polem Sri Muda Perkasa menyerah kepada Belanda, dan meminta kembali kawasan Kuta Aneuk Glee dan Kuta Seulimeum, tetapi ditolak mentah-mentah oleh Belanda.
Kawasan Kuta Seulimeum menjadi Ibukota Controleur Seulimeum. Pada tahun 1942 Pasukan Aceh termasuk para Ulama dan Santri Dayah memukul genderang perang siap berjihad menyerang Kafir Belanda.
Contreleur Tiggelman akhirnya berhasil dibunuh ditangan seorang pemuda santri Dayah Keunalo yang saat itu masih remaja. Sehingga pejuang Aceh pun berhasil menguasai Seulimeum. Belanda ketakutan dan kocar-kacir menghadapi semangat jihad pasukan Santri Dayah. Akhirnya Belanda mengundurkan diri dari Bandar Aceh hingga ke Aceh tengah.
Serangan sporadis pejuang Aceh membuat tentara Kafir Belanda kalang kabut, dari 20 ribu prajurit Belanda hanya tersisa 2 ribu prajurit. Sampai Jepang pun terkejut, karena rupanya Belanda sudah menyerah ditangan Pasukan Perang Aceh, padahal tentara Jepang pun belum masuk ke Aceh.
Rumah tempat terbunuhnya Controleur Tiggelman oleh Santri Dayah Keunalo itu kemudian menjadi lambang keberanian, dan simbol patriotisme Ulama dan Santri Dayah, yang menjadi kebanggaan seluruh Rakyat Aceh.
Situs Sejarah Rumah Controleur Tiggelman di Seulimum menjadi salah satu tujuan wisata sejarah, oleh para peminat sejarah Aceh yang datang dari berbagai belahan dunia.
“Sejarah patriotisme dan heroisme Santri Dayah terukir indah disini, harum mewangi di Situs Sejarah Rumah Controler Tiggelman. Sayang sekali apabila Pemerintah Kabupaten Aceh Besar, yang notabene Islami, justru malah memusnahkan sejarah kehebatan jiwa juang Santri Dayah!”, tegas Pemimpin Darud Donya lantang.
Darud Donya meminta Bupati Aceh Besar agar segera memberi penjelasan dan klarifikasi, tentang adanya indikasi rencana pemusnahan Situs Sejarah Rumah Controleur Tiggelman di Seulimum.
Darud Donya juga meminta DPR Kabupaten Aceh Besar agar segera bertindak, turun ke lapangan untuk mengawasi usaha pemusnahan Situs Sejarah tersebut.
Darud Donya tegas mengingatkan pada para pihak, bahwa Situs Sejarah dilindungi oleh Undang-Undang.
Darud Donya juga mengingatkan akan Fatwa Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Nomor 5 Tahun 2020, Tentang Pemeliharaan Situs Sejarah dan Cagar Budaya Dalam Perspektif Syari’at Islam, yang menetapkan diantaranya bahwa, “Hukum menghilangkan, merusak, mengotori dan melecehkan nilai-nilai Cagar Budaya Islami adalah HARAM”. Maka MPU Aceh menerbitkan Tausiyah yang meminta kepada Pemerintah Aceh, Pemerintah Kabupaten/Kota untuk melestarikan dan tidak menggusur Situs Sejarah dan Cagar Budaya dalam rangka pembangunan di Aceh.
“Sebaiknya Bupati Aceh Besar segera memberikan penjelasan dan klarifikasi tentang ini, sebelum masalah pemusnahan Situs Sejarah ini semakin membesar!”, tegas Pemimpin Darud Donya.