Lingkarpost.Aceh — Ketua Advokasi Nusantara Untuk Keadilan Rakyat (ANKARA), Aceh Utara Muhammad Azhar, menyampaikan pernyataan keras terkait kebijakan negara yang dinilai berpotensi mengarah pada pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat di wilayah Aceh dan Sumatera.
Dalam keterangannya kepada awak media, Azhar menilai serangkaian kebijakan dan tindakan negara telah memperparah dampak bencana alam yang terjadi disejumlah daerah, khususnya banjir bandang dan longsor yang telah melanda Aceh dan beberapa provinsi di Sumatera dalam pada akhir November 2025 hingga menimbulkan banyak korban.
Menurut Azhar, salah satu faktor utama yang memperbesar risiko bencana adalah pembiaran terhadap eksploitasi dan deforestasi kawasan hutan di wilayah Aceh dan Sumatera. Ia menyebut, aktivitas pembukaan hutan secara masif tanpa pengawasan ketat dari pemeribtaj telah mengganggu keseimbangan lingkungan dan memperbesar potensi terjadinya bencana ekologis.
“Negara seharusnya hadir melindungi ruang hidup rakyat. Namun yang terjadi justru sebaliknya, pembiaran terhadap kerusakan hutan berujung pada bencana yang menelan seribuan nyawan dan korban harta benda,” kata Muhammad Azhar.
Selain itu, ANKARA juga menilai Negara terkesan abai terhadap penanggulangan bencana di Aceh dan Sumatera. Dalam hal ini bisa dilihat dari penanganan saat bencana dan pascabencana oleh Negara yang masih jauh dari memadai. Azhar menyebut masih banyak korban terdampak yang kesulitan memperoleh bantuan dasar, seperti pangan, layanan kesehatan, dan tempat tinggal layak, meski bencana telah berlangsung cukup lama.
ANKARA turut menyoroti dugaan keterlambatan dan hambatan masuknya bantuan internasional ke wilayah Aceh dan Sumatera. Menurut Azhar, kondisi darurat kemanusiaan seharusnya direspons secara terbuka dan cepat, tanpa hambatan birokrasi yang berlarut-larut, cetusnya.
Lebih lanjut, Azhar menegaskan bahwa dampak paling serius dari situasi tersebut adalah meningkatnya jumlah korban jiwa, yang menurutnya tidak semata-mata disebabkan oleh bencana alam, melainkan oleh kondisi pascabencana seperti kelaparan, penyakit, dan minimnya layanan kesehatan.
“Banyak korban meninggal bukan karena banjir atau longsor secara langsung, tetapi karena negara gagal memastikan pemenuhan hak dasar warga setelah bencana,” ungkap aktivis cadas asal Aceh Utara ini.
Atas kondisi tersebut, ANKARA mendesak pemerintah pusat untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan lingkungan, mempercepat penanganan bencana secara transparan, serta menjamin perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM) bagi seluruh warga terdampak.
Hingga berita ini diturunkan, pihak pemerintah pusat belum memberikan tanggapan resmi atas pernyataan yang disampaikan oleh ANKARA. Redaksi masih berupaya menghubungi pihak terkait untuk memperoleh klarifikasi dan tanggapan guna memenuhi prinsip keberimbangan pemberitaan.
(**)






