Lingkar Pos
Opini

NAIK atau TURUN GUNUNG JADI PENYULUH?

Foto: Andi SRAK (Kepala KUA Kec. Paya Bakong)

Oleh Andi SRAK (Kepala KUA Kec. Paya Bakong)

“Doktor menjadi Penyuluh Agama Islam itu, Naik atau Turun Gunung, sih?”
Pertanyaan ini bermula dari tulisan Tgk. Saiful Bahri berjudul ‘Ketika Para Doktor Turun Gunung Jadi Penyuluh’, yang kemudian disahuti oleh Tgk. Mukhlisuddin dengan tulisan berjudul ‘Naik Gunung Menjadi Penyuluh: menolak Narasi Turun Derajat’.

Dari kedua Tulisan tersebut dan berbalas komentar di akun facebook @Elbahry Spn Aceh (Tgk. Saiful Bahri) dapat diketahui bahwa diskusi lanjutan tersebut terjadi akibat penggunaan frasa oleh Tgk. Saiful Bahri mulai pada judul tulisan “Turun Gunung”, kemudian juga “Merendahkan Derajat” diri dan “Turun Kasta”.

Sesuai kaidah “Al kalamu yuhmalu ‘ala mutakallimi: Perkataan itu –dikaitkan atau ditanggungkan – atas yang menuturkannya,” juga karena keduanya senior yang cukup saya kenal maka saya berkesimpulan bahwa keduanya tidak hanya sama-sama benar dan ber-nas, tapi juga mencintai dengan cukup dalam pekerjaan yang ditekuni.

Sebab kekhawatiran yang dimaksud oleh Tgk. Saiful Bahri sebagai salah seorang Dosen di dunia pendidikan tinggi keagamaan Islam swasta (PTKIS) juga menjadi fenomena di dunia profesi lain. Beliau menitikberatkan kritisnya pada perhatian Pemerintah terhadap PTKIS dan tingkat kemampuan untuk mempertahankan SDM oleh Kampus PTKIS. Mirip dengan soalan dunia Pesantren. Seperti viral beberapa waktu lalu tagging #KaburAjaDulu. Dll.

Juga pada penggunaan istilah tersebut beliau menggunakan tanda kutip ganda yang juga berfungsi sebagai jargon, bahasa gaul, makna khusus dan seterusnya. Sehingga menguatkan saya pada dalih beliau bahwa yang dimaksud adalah turun dari sebuah profesi – dalam hal ini Dosen PTKIS – yang disyaratkan Magister dan Doktor ke sesuatu yang disyaratkan cukup dengan Sarjana. Seperti menjadi Penyuluh Agama.

Pula yang dimaksud Tgk. Mukhlisuddin sebagai Ketua PD IPARI Pidie tentang kemuliaan menjadi Penyuluh juga sangat tepat, kalau perlu Guru Besar (Profesor) pun mau bergabung menjadi Penyuluh P3K agar lebih memperkuat kualitas kepenyuluhan.

Lantas, Magister dan Doktor jadi Penyuluh itu Naik atau Turun? Kembali kepada pribadi masing-masing yang telah menjadi Penyuluh. Karena integritas, loyalitas dan kecintaan atas profesi yang dijalani adalah soal mentalitas dan hati. Bukan soal titel, dan apalagi warna kulit.

Pun demikian, sebagai Kepala KUA di Kecamatan yang ikut membersamai para Penyuluh selama ini, saya meyakini bahwa para Penyuluh adalah orang-orang hebat yang rela “turun” untuk “naik” tidak hanya dalam rangka memperkuat kepenyuluhan, tapi juga mewujudkan capaian keorganisasian KUA, serta ikut mengharumkan nama besar Kementerian Agama Republik Indonesia.

Akhirul kalam, “Selamat dan sukses untuk yang baru saja dilantik”.[]

Related posts

Kepala Daerah Tak Gunakan Otak dan Hati Terhadap Kehidupan Rakyatnya

Redaksi

Sekda Pimpin Rapat Fasilitasi Pemda dalam Tahapan Penyelenggaraan Pemilu

Redaksi

Perkembangan Hadits Sejak Masa KelahiranNya Hingga Saat Ini

admin

Leave a Comment